Monday 25 August 2008

Ta‘ziyah

Ta’ziyah berasal dari kata {العزاء}, yang berarti sabar. Maka ta’ziyah bisa diartikan membuat sabar dan menghibur orang yang ditimpa musibah dengan menyebutkan hal-hal yang dapat menghapus duka dan meringankan penderitaannya.
Ta’ziyah adalah Sunnah[1], dalil yang dipergunakan dalam mensunahkan ta’ziyah ini, diantaranya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ { مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إلَّا كَسَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُلَلِ الْكَرَ امَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ
Dan dari Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar bin ‘Amr bin Hazm, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi saw, ia bersabda: “Tiada ada seorang mu’min pun yang berta’ziyah kepada saudaranya kerena suatu mushibah, melainkan Allah Azza wa Jalla memberinya pakaian kepadanya dengan perhiasan yang mulia di hari kiamat. (HR Ibnu Majah).
وَعَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ { مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ } رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ
Dan Dari Al Aswad, dari Abdullah, dari Nabi saw, ia bersabda: “Barangsiapa berta’ziyah kepada orang yang mendapat musibah, maka baginya seperti pahalanya (orang yang mendapat musibah itu). (HR Ibnu Majah dan At Tirmidzy)
Dalam Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah berkata:
التعزية مستحبة، ففي الترمذي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال‏:‏ ‏(‏من عزى مصاباً، فله مثل أجره‏)‏‏
Ta’ziyah itu disunahkan, diriwayatkan oleh Tirmidzy dari Nabi saw seseungguhnya dia bersabda: Barangsiapa berta’ziyah kepada orang yang mendapat musibah, maka baginya seperti pahalanya (orang yang mendapat musibah itu)[2]
Waktu Ta’ziyah
Adapun waktu ta’ziyah itu, dalam Al Umm Imam Asy Syafii berkata:
وَالتَّعْزِيَةُ مِنْ حِينِ مَوْتِ الْمَيِّتِ أَنَّ الْمَنْزِلَ , وَالْمَسْجِدَ وَطَرِيقَ الْقُبُورِ , وَبَعْدَ الدَّفْنِ , وَمَتَى عَزَّى فَحَسَنٌ
Ta’ziyah itu dari ketika meninggalnya orang yang meninggal, ditempat tinggalnya, di masjid, jalan kepekuburan, dan sesudah dikuburkan. Dan kapan saja dilakukan ta’ziyah adalah baik.[3]
Dalam fiqhus sunnah, Sayyid Sabiq rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:
وهي لا تُسْتَحبُّ إلا مرةً واحدةً . وينبغي أن تكون التعزية لجميع أهل الميت وأقاربه الكبار والصغار والرجال والنساء، سواء أكان ذلك قبل الدفن أم بعده ، إلى ثلاثة أيام ، إلا إذا كان المعزَّي أو المعزّى غائباً ، فلا بأس بالتعزية بعد الثلاث
“Dan ta’ziyah itu dianjurkan melainkan hanya satu kali, dan bahwasannya dilakukan ta’ziyah itu kepada seluruh ahli keluarga mayit dan kerabat mayit baik yang besar maupun yang kecil, laki-laki maupun perempuan[4]. Adalah sama dilakukan hal yang demikian dalam berta’ziyah sebelum maupun sesudahnya sampai tiga hari, kecuali apabila orang yang akan berta’ziyah atau yang mau dita’ziyahi bepergian maka tidaklah mengapa ta’ziyah setelah tiga hari.[5]
Pembatasan tiga hari ini telah disepakati ulama ahlus sunnah berdasarkan hadist dibawah ini:
Diriwayatkan dari Zainab binti Abi Salamah, ia berkata: aku masuk ketempat Ummu Habibah, istri Rasul saw ketika bapaknya[6] meninggal. Ummu Habibah meminta wewangian dan mengoles kepada seorah jariah. Kemudian Ummu Habibah mengusap kedua pipinya. Sesudah itu Ummu Habibah berkata: Demi Allah saya mendengar Rasulullah saw diatas mimbar bersabda: Tidaklah halal bagi seorang wanita yang beriman akan Allah dan hari Akhirat menahan dirinya dari berhias dan berinai karena kematian seorang keluarganya lebih dari tiga hari, terkecuali karena kematian suaminya, maka ia dia menahan diri dari berhias selama 4 bulan 10 hari.
Dan Zainab berkata juga, kemudian aku masuk ketempat Zainab binti Jahsy ketika saudaranya meninggal. Maka diapun meminta wewangian dan dia memakainya. Sesudah itu ia berkata: ketahuilah Demi Allah aku tidak butuh wewangian aku hanya mendengar Rasulullah saw bersabda: tiada halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tetap berihad[7]lebih dari tiga hari, terkecuali karena kematian suami 4 bulan 10 hari.
Kita ketahui dimasyarakat kita telah jauh dari tuntunan sunnah Rasulullah dan kesepakatan para ulama ahlus sunnah, dimana kita lihat sekarang ketika ada anggota keluarganya yang meninggal maka dilaksanakan sebuah acara hingga 7 hari lamanya, bukankah ini sesuatu yang mengada-ada seperti yang telah saya jelaskan pada bab III yang lalu.
Jika mereka memang mengaku kepada madzhab Immam Asy Syafii, seharusnya mereka menghindar dari berkumpul di rumah keluarga mayit, karena Imam Asy Syafii teramat benci hal itu, seperti perkataannya:
“Aku benci Al ma’tam dan dia itu ialah berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan.”[8]
Tidakkah kita malu mengaku sebagai pengikut Imam Asy Sayfii, akan tetapi apa yang diperbuat bertentangan dengan yang diucapkan oleh Imam Ays Syafii?
Didalam Fiqus Sunnah dijelaskan lebih mendetail, yakni
السنة أن يُعزّى أهلُ الميت وأقاربه ثم ينصرف كل في حوائجه دون أن يجلس أحد سواء أكان مُعزى أو معزياً ، وهذا هو هدي السلف الصالح
Menurut Sunnah bahwasannya ta’ziyah (dilakukan) kepada keluarga mayit, kerabatnya kemudian semua pergi menunaikan keperluannya tanpa seorangpun duduk baik yang berta’ziyah atau yang dita’ziyahi. Dan inilah tuntunan salafus Shalih.
[1] Lih: Kitab Rawudhotuth Thalibin oleh Imam Nawawi bab ta’ziyah, Fiqhus sunnah li Sayyid Sabiq bab ta’ziyah, At Taji wal ikalil li abi al Qasim al ‘Abduriy bab ta’ziyah, Nihayah Al Muhtaj ila Syarah Minhaj - Kitab Janaiz.
[2] Lim Majmu Fatawa pada وسئل عما يتعلق بالتعزية‏؟‏
[3] Lih: Al Umm bab al qaulu ‘inda dafin Al mayit
[4] Ta’ziyah kepada wanita ini Imam Nawawi berkata bahwa Imam Asy Syafii dan sahabat-sahabatnya berpendapat hendaklah di ta’ziyahi oleh mahramnya saja”. Imam Asy Syaffi berkata dalam Al Umm “Aku tidak menyukai berbicara dengan wanita itu (wanita muda) terkecuali ia mempunyai mahram. Lih: Bab yakuunu ba’da dafin hal 316, atau apa yang telah saya terjemahkan pada pab IV.
[5] Adapun pembatasan menganai tiga hari ini bisa dilihat juga pada kitab Rawudhatuth Thalibin bab Ta’ziyah, Kitab Syarah Kanz Ad Dhaqaiq bab al Janaiz fashal Ta’ziyah ahlil Mayyit, Kitab Kasyaf Al qina’ ‘an matan al iqna’ kitab janaiz fashlun raf’a ‘an al ardh. dan masih banyak lagi dari kitab-kitab asy Syafi’iyah.
[6] Abu Sufyan bin Harb
[7] Berihad ialah tidak memakai wangi-wangin karena kematian seseorang
[8] Kitab Al Umm bab Al Qiyamu li Janaiz hal 318 pada kitab aslinya atau lihatlah terjemahannya pada Bab IV yang lalu.

Bertamu, berta’ziyah dan bertoleransi
Antara memuliakan tamu, berbuat baik dan mengasihi tetangga serta bertoleransi dalam berta’ziyah
Islam adalah memang suatu agama yang rahmatan lil’alamin, sehingga Allahpun menganjurkan agar berbuat baik kepada tetangga seperti firman-Nya dalam surah An Nisa pada awal bab ini. Dan juga ditambah dari beberapa sabda nabi yang memang memerintahkan kita untuk berbuat baik, mengasihi dan menghormati tetangga serta tamu.
Begitupun ketika kita mendengar kabar kematian dari tetangga yang terdekat kita disunahkan untuk melakukan ta’ziyah yang intinya untuk mendo’akan simayit dan orang-orang yang ditinggal untuk bersabar dan menghibur mereka. Disamping itu pula ada batas-batas yang telah kita ketahui dalam berta’ziyah.
Adalah perintah Rasulullah saw ketika terdengar kabar kematian adalah
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
Buatkan untuk keluarga Ja’far makanan karena sungguh telah datang kepada mereka apa yang menyusahkan mereka. (HR Asy Sayfii yang Atirmidzy menghasankannya dan dishahihkan oleh Al Hakim).
Dan disinilah sebenarnya kesempatan kita untuk berbuat baik, mengasihi dan menghormati tetangga dengan jalan memberikan makanan kepada orang yang tertimpah musibah. Dan inilah sunnah yang benar.
Sedangkan dalam keadaan tetangga tidak mendapatkan musibah kematianpun kita disunnahkan memberikan makanan kepada tetangga alakadarnya, hingga Rasulullah saw bersabda: Hai Abu Dzar apabila kamu memasak (sesuatu yang) berkuwah, maka perbanyaklah air (kuwahnya) dan perhatikan tetanggamu. (HR Muslim). Dan dari Abu Hurairah , bersabda Rasulullah saw Wahai wanita janganlah merasa rendah jika akan memberi hadiah kepada tetangga, walau sekedar kikil kambing. (HR Bukhari dan Muslim). Nah apalagi jika tetangga kita sedang ditimpah musibah kematian salah satu anggota keluargannya, bukankah lebih disunnahkan! Inilah perhatian Rasulullah saw kepada umatnya.
Adalah suatu yang tidak bisa diterima oleh hati nurani dan akal yang sehat ketika tetangga ditimpah musibah kematian yang kemudian orang-orang berkumpul ketika waktu kematiannya, kemudian memasang tenda, kemudian keluarga mayit membuatkan kopi, menyediakan rokok serta mempersiapkan jamuan makanan pada malam harinya dari hari pertama hingga ketujuh untuk acara selamatan kematian, bukankah ini menyalahi Sunnah Rasulullah saw?
Dan adalah suatu yang haq bahwa seseorang yang akan bertamu untuk melakukan ta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal adalah dihormati oleh keluarga yang dita’ziyah-i sebagaimana diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: …Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka hendaklah dia memuliakan para tamunya. [1] Dan orang yang berta’ziyah itu adalah tamu yang wajib dihormati dan dimuliakan. Jika memang dia dalam berta’ziyah itu datang kerumahnya.
Akan tetapi orang yang berkunjung dan dikunjungi ini hendaklah menjaga apa-apa yang telah dilarang serta batasan-batasannya oleh ijma’ sahabat Nabi saw radhiallahu ‘anhum dan ulama salafus shaleh berdasarkan keterangan yang telah lalu pada bab III, yakni berkumpul-kumpul dirumah keluarga mayit secara berbodong-bondong dan keluarga mayit membuatkan makanan kepada orang yang datang tersebut, dan kemudian mengadakan suatu acara yang diada-dakan, karena sesuatu yang diada-adakan itu adalah Bid’ah. Maka hendaklah yang dita’ziyahi mengetahui kelemahan dirinya akibat ditinggal salah seorang keluarganya dan orang yang menta’ziyahi hendaklah jangan menambah-namah susah keluarga yang sedang ditimpah musibah.
Sebenarnya batasan-batasan inilah yang harus dijaga. Maka jika ingin berta’ziyah, berta’ziyahlah layaknya seorang tamu yang datang seorang diri untuk mendo’akan kepada mayit dan memohonkan ketabahan bagi yang ditinggal tanpa harus berbondong-bondong atau berkumpul-kumpul serta makan-makan dirumah ahli mayit.
Dan adalah diberi kemudahan bagi sanak famili dan atau karib kerabat yang jauh untuk menetap atau menginap sebagaimana yang telah diterangkan pada bab III terdahulu.[2] Betapa nikmatnya jika kita sama-sama mengerti akan ilmu yang haqiqi.
Dan kebersamaan pemahaman seperti ini tidak akan berhasil jika belum ada kedewasaan dalam berpikir dan mungkin betapa sulitnya mengembalikan sunah Rasul ini jika kita masih berpegang kepada tradisi.
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ - وَاَللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
[1] HR Bukhari fii KItab al Adab, Muslim fii Kitab al Iman, Atirmidzy fiii Kitab sifah al qiyamah.
[2] Lih: pada Bab III terdahulu (adanya suatu kebolehan bagi saudara dan kerabatnya yang jauh untuk tinggal dirumah ahli mayit dst…. )

http://attanzil.wordpress.com/2008/07/21/makna-taziyah-dan-hukumnya/#_ftn4

No comments: