Monday 25 August 2008

Apa Yang Salah Dengan Indonesia?

Empat hari yang lalu. Malam 17 agustus 2008. Pada saat acara tasyakuran ulang tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Damaskus, ada tiga orang mahasiswa sebagai representatif dari PPI (perhimpunan pelajar Indonesia) dalam rangka ikut berpartisipasi dalam meramaikan acara tersdebut, mereka membacakan puisi yang cukup menyayat hati. Mengangkat sebuah tema tentang keadaan negara kita yang sangat porak-poranda yang selalu dihiasi dengan masalah-masalah yang pelik baik di dalam maupun di luar negri.

Ada beberapa potongan bait yang masih saya ingat dari sekian deretan bait puisi yang mereka bacakan. Yang kurang lebih isinya sebagai berikut.

Lihat itu disana……………….
Ketika TKW+TKI pergi meninggalkan negeri
Wajah-wajah berseri ketika antri
Penuh harapan meraup real dan dolar
Namun apa realitanya
Banyak yang tak di bayar majikan, di strika, di rotan, di siksa, di perkosa, dan pulang tak bernyawa
Dan ketika menginjakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta
Banyak yang di peras pula
Masihkah kau tega membentak-bentak mereka
Lalu di mana hatimu sebagai manusia?..

Isi bait-bait puisi tersebut tidak lain adalah sebuah gambaran ril dari apa yang terjadi pada anak-anak bangsa yang nekad untuk mengadu nasib di luar negri tanpa memiliki keahlian atau keterampilan yang bisa diandalkan. Apa yang di ungkapkan dalam bait-bait puisi tersebut adalah merupakan petika-petikan dari sekian banyak fakta yang terjadi. Sungguh sangat memilukan. Tapi yang lebih memilukan lagi dan bahkan sangat memalukan, pada saat sama, pada hari dibacakannya bait-bait puisi itu, dan pada tempat yang sama (lokasi Damaskus atau negara Suriah), Santi (nama samaran), seorang TKW (tenaga kerja wanita) yang rela meninggalkan sanak keluarganya ke luar negri demi meraih dolar dan real, dengan kejam diperkosa persis seperti apa yang diungkapakan dalam bait puisi tersebut, bahkan tidak cuma diperkosa akan tetapi ia digilir oleh empat orang laki-laki bajingan pada saat ia mencoba kabur dari rumah majikannya.

Tapi Santi hanyalah salah seorang dari sekian ratus TKW yang menjadi korban hawa nafsu para laki-laki yang tak bermoral. Tapi sayangnya kasus-kasus semacam ini jarang tuntas. Para pelakunya jarang mendapat hukuman setimpal yang sesuai dengan perilakunya. Telinga kami sudah bosan mendengar TKW-TKW kita dilecehkan, disiksa, dibunuh, dan tidak digaji. Sungguh menyakitkan. Tapi mereka, orang-orang yang mendapat keuntungan di balik ini semua, barang kali mereka juga sudah bosan mendengar itu semua, akan tetapi tampaknya telinga mereka sangat menikmati berita-berita semacam itu, bak menikmati indahnya ketukan alunan musik.

Mereka yang konon disebut-sebut sebagai para pahlawan devisa negara, sebuah paradigma yang mereka usung demi menutup-nutupi keinginan busuk mereka untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Ya, memang secara tidak langsung kepergian mereka bekerja di luar negri memang sangat membantu bertambahnya pemasukan devisa negara, tapi disisi lain, ini sangat kontra produktif terhadap usaha pemerintah Indonesia yang selama ini dilakukan untuk mengangkat harkat derajat atau nama baik negara kita. Ditambah lagi dengan ketidak mampuan atau barang kali ketidak seriusan perwakilan-perwakilan pemerintah Indonesaia dalam membela hak-hak warga negaranya di luar negri, ini sangat menambah buruknya cintra Indonesia di mata internasional. Karena ketidak mampuan atau ketidak berdayaan tersebut menandakan bahwa Indonesia adalah negara atau bangsa yang lemah, maka itu sama saja membuka peluang lebar-lebar bagi para oknum-oknum jahat untuk menindas bangsa Indonesia.

Selama ini, jalur ketenagakerjaan TKW antara Indonesia dengan Suriah, atau juga barang kali dengan negara-negara sahabat lainnya adalah jalur yang belum resmi alias ilegal. Tapi Ironisnya dan ini sangat menggelikan. Dengan label ilegal tersebut, para agen TKW Indonesia –Suriah berhasil memasukkan lebih kurang 50.000 orang TKW. Sebuah jumlah yang sangat besar. Setara dengan jumlah penduduk suatu kota di indonesia. Jadi, bisa dikatakan bahwa agen-agen TKW berpotensi untuk bisa mengkosongkan seluruh penduduk dari sebuah kota. Sungguh luar biasa. Padahal pemerintah sendiri sampai saat ini belum berhasil mengatasi polemik kepadatan penduduk yang terjadi di sebagian kota.

Ini hanyalah satu dari sekian ribu permasalahan yang dihadapi ibu pertiwi kita. Satu masalah saja tampak begitu kompleks dan membingungkan. Belum lagi ditambah masalah-maslah lainnya entah itu yang bersifat internal atau eksternal, atau yang berhubungan dengan ekonomi, kebudayaan, keamanan, atau lini yang lainnya. Bisa dibayangkan betapa beratnya tugas mereka, para pejuang yang saat ini sedang bersusah payah memperbaiki keadaan negara kita, baik mereka yang dari kalangan pemerintahan ataupun dari kalangan pendidik, ulama, cendikiawan dan yang lainnya.

Sebenarnya, apa sih yang kurang dari negara kita? Semakin lama semakin banyak keluar sarjana-sarjana, master-master, bahkan doktor-doktor. Dengan kata lain di negara kita semakin banyak orang-orang pintar dan orang-orang yang berpendidikan. Cuma barang kali yang jadi masalah adalah pintar apa? Dan terdidik untuk apa? Rasanya ada yang salah dengan sistem pendidikan di negara kepulauan nusantara ini, sehingga di negara ini tidak terlahir manusia-manusia kecuali manusia manusia yang pragmatis, feodalis, dan egois. dalam tanda kutip secara umun.

Sekarang marilah kita coba flash back, mengingat apa yang kita kenyam dari ajaran-ajaran yang kita terima dari para pendidik kita. Nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang ditransfer oleh para kebanyakan pendidik kita adalah mayoritasnya ajaran warisan dari kolonial belanda yang banyak mengandung feodalisme. Sehingga sering para anak didik dicekokin nasehat semacam ini oleh para pendidiknya: "nak, kamu belajar yang rajin yah... supaya pintar dan dapat nilai yang bagus, kalau kamu pintar atau nilainya bagus, nanti akan mudah cari pekerjaan." Maka dari itu, anda bisa mendapatkan banyak les-les dan kelas-kelas tambahan yang tujuannya hanya untuk mengejar nilai Ebtanas atau UAN.

Jadi, menjadi pintar dan mendapat nilai bagus tujuannya adalah mendapat penghidupan, uang, atau pekerjaan. Atau bisa dirumuskan tujuannya hanya untuk cari pekerjaan, bisa menikah, punya anak istri, dan makan saja. Itulah yang kebanyakan tertanam pada jiwa anak-anak bangsa saat ini. Walhasil, orang yang benar-benar pintar banyak yang egois dan hanya mau mengurusi hal-hal yang menguntungkan dirinya alias pragmatis. Dan banyak juga orang yang tidak pintar tapi mendapat nilai besar dengan jalan-jalan yang tidak sah demi mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak, finally yang dirugikan adalah instansi atau orang-orang yang mempercayai dia. Dan yang lebih bahaya lagi adalah munculnya orang-orang pintar yang hobinya menggerogoti uang negara, merusak tatanan moral masyarakat, bahkan merusak tatanan keagamaan. Naudzubillah.

Ini hanyalah salah satu dari pada problematika yang menyelimuti negara kita. Tentunya di sana masih banyak faktor-faktor lain yang bekerja sebagai virus yang senantiasa menggerogoti bangsa kita, entah itu faktor yang menyerang dari dalam atau dari luar. Yang jelas, mulai sekarang kita harus sadar bahwa tugas kita sebagai anak bangsa sangat berat. Oleh karena itu kita harus mulai serius memikirkan dan mengadakan perbaikan pada masyarakat dan bangsa kita. Kita mulai dari sekarang bagi yang belum memulai, dan kita teruskan bagi yang sudah memulai, dan kita bangkit kembali bagi yang sudah putus asa. Bismillah, kita pasti bisa.



Damaskus, 21 agustus 2008

No comments: