Wednesday 31 December 2008

Jauhi Syirik??? masa' c....???

Syirik tuch fenomena yg g asing lagi di masyrkat, dg adanya dukun(modern atupun dukun kampung sama aja), benda2 yg dipercaya punya power(dari keris sampe jimat modern) n dll...
Memang dosa paling besar, menurut Islam, adalah dosa syirik atau mempersekutukan Tuhan. Sampai-sampai Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang selain syirik itu bagi siapa saj ayang Ia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah (syirik), maka sungguh ia telah melakukan dosa yang sangat besar." (QS 4. An-Nisaa: 48)
tapi temen2 mgkn pernah liat orang malah pake batu akik sbg cincin yg dianggap punya kekuatan huebat....
emg bener kah??tidak ada bedanya dijaman dahulu dan sekarang ini apabila masih ada orang yang masih percaya dengan benda-benda yang bisa memberikan kekuatan, bertuah, dan diyakini bisa mendapatkan keuntungan dan barokah..maka orang tersebut bisa tergolong menjadi orang yang melakukan kesyirikan..naudzubillah

 
moga qt smua dihindarkan dari hal macem syirik, inget kekuatan Allah no 1 g ada yg bisa nandingi...



 click here : http://eimimo.com/?ref=122689

Tuesday 30 December 2008

Yang Saya Tau Tentang Jilbab

Oleh : Sholehudin Moehtadi*

"….ketika seorang bertanya kepada temannya, apakah yang paling berharga bagi seorang manusia?" temannya menjawab "Ilmu, karena dengannya seorang bisa hidup".

"Kalau tidak ada ilmu?"

"Harta, karena denganya seorang mengasihi orang lain".

"Kalau tidak ada harta?"

"Mulut yang diam"

"Kalau tidak ada?"

"Kematian yang menggenaskan".

(dikutip dari kitab min syiami al-uqola karya Al-A'baadi Al-Andalusi)

Dalam menyikapi perintah-perintah Allah SWT ada dua macam golongan manusia di muka bumi ini yang saya ketahui. Golongan yang pertama adalah mereka yang berhati lurus. Ketika Allah SWT memerintahkan mereka agar melakukan sesuatu seperti misalnya "Kamu harus melakukan sholat lima waktu dalam sehari !" atau misalnya "Kamu mesti membayar zakat !" atau "Kamu mesti menutup aurat dengan berjilbab !" maka dengan penuh hikmat mereka melaksanakan perintah-perintah tersebut tanpa ada ganjalan sedikitpun dalam hatinya, apalagi menggrundel. Mereka adalah para kekasih Allah SWT yang tersebar di penjuru bumi. Golongan yang kedua adalah mereka yang belum lurus hatinya. Ketika Allah SWT memerintahkan mereka dengan perintah-perintah seperti misal di atas mereka akan berkata "Kenapa mesti sholat lima waktu, tidak satu waktu saja !? Kenapa mesti bayar zakat dan menutup aurat segala, Bukankah yang penting bagi manusia adalah berbuat baik". Lebih ngeri lagi mereka berkata "Untuk apa kita sholat, berzakat dan berjilbab kalau nasib kita masih begini-begini saja?!" Padahal ketika mereka mendapat perintah dari mertuanya atau dari bossnya untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak enak sekalipun mereka selalu bilang "Siap pak!" atau "Iya pak!" atau "Enggeh pak de!" Kepada model orang semacam ini kita berharap agar Allah SWT merahmatinya. Allah Yarhamuh.

Memakai jilbab adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Tidak ada satu ulama pun di dunia ini dari sejak zaman para imam sampai sekarang yang mengatakan tidak wajib, kecuali ulama yang perlu diluruskan hatinya yang mengatakan tidak wajib. Tentu saja ada saat-saat kapan seorang muslimah itu tidak diwajibkan memakai jilbab. Itu bisa kita baca di buku-buku fiqih atau tanya sama ustadz dan ustadzah yang mengerti soal ini. Kemudian para ulama tersebut, ketika mereka mengatakan bahwa berjilbab itu wajib, mereka mengatakan berdasar atas perintah Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur'an, diantaranya yang terdapat dalam surah al-Ahzab ayat 59. "Tapi Al-Qur'an kan butuh penafsiran, tidak kita ambil mentah-mentah begitu saja!?" yah, silahkan anda tafsiri kalau anda memenuhi syarat untuk itu. Asal jangan menafsiri Al-Qur'an dengan bahasa jawa saja. Seperti darmo gandul.

"Oke mas, saya terima kalau pakai jilbab itu wajib, tapi tempatnya di hati. Bukan di kepala!?".

Allah SWT ketika melarang kaum hawa agar tidak memperlihatkan apapun yang mempercantik dirinya, dan itu adalah seluruh anggota badanya, kecuali ada beberapa anggota badan yang boleh diperlihatkan di depan umum (An-Nur : 31). Ulama berbeda pendapat tentang beberapa anggota badan kaum hawa yang boleh ditampakkan. Ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa anggota badan tersebut adalah wajah dan kedua telapak tangan, mereka mengambil pendapat dari beberapa sahabat dan para tabi'in seperti Said bin Jubair ra dan A'tho bin Robah ra. Mereka berargumen, bukti bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan aurat adalah ketika sholat wanita membuka wajah dan kedua telapak tangannya, begitu juga ketika berihram. Kalau saja wajah dan kedua telapak tangan itu aurat maka mereka tidak diperbolehkan memperlihatkannya di dalam sholat. Karena membuka aurat di dalam sholat adalah batal. Adapun Syafi'iyyah dan Hambaliyyah berpendapat bahwa seluruh anggota badan wanita di luar sholat adalah aurat termasuk wajah dan kedua telapak tangan. Mereka membangun pendapat tersebut dari hasil interpretasi surat An-Nur ayat 31, juga banyak Hadist dan dalil aqli yang pada kesempatan kali ini tidak saya tuturkan satu persatu karena keterbatasan ruang dan waktu. Hanya saja mereka berpendapat bahwa kata "Ziynah" di dalam surah An-Nur ayat 31 yang kalau kita tafsiri secara bebas dalam bahasa Indonesia menjadi perhiasan atau kecantikan, memiliki dua pengertian. Yang pertama adalah "Ziynah" (perhiasan atau kecantikan) secara alami, dan wajah adalah asal dari "Ziynah" yang sifatnya alami. Bahkan ia adalah sumber dari keacantikan. Kedua adalah "Ziynah" yang tidak alami, ia adalah sesuatu yang dengan sesuatu tersebut wanita mempercantik dirinya. Seperti baju, bedak, lipstick dan sebagainya. Dan Allah SWT melarang kaum hawa untuk tidak memperlihatkan kecantikannya secara mutlak baik yang alami atau tidak alami, yaitu yang terdapat di dalam surah An-Nur ayat 31.

Perbedaan pendapat ulama dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan wanita di atas tadi saya tuturkan dengan sangat singkat dan ringkas. Para ulama kontemporer sepertinya lebih banyak condong kepada pendapat Malikiyyah dan Hanafiyyah yang berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan wanita bukan aurat. Mereka mengatakan bahwa tugas kaum wanita adalah untuk menutupi seluruh anggota badanya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Adapun wajah yang terbuka yang masih dapat dilihat oleh kaum laki-laki asing adalah tugas bagi kaum laki-laki tersebut agar tidak melihatnya. Dan yang merintahkan kaum laki-laki agar tidak melihat wajah kaum perempuan adalah Allah SWT (An-Nur : 30) sebaliknya kaum hawa pun tidak diperkenankan untuk melihat wajah kaum laki-laki (An-Nur : 31). Tentu saja larangan-larangan tersebut sifatnya tidak mutlak, ada saat-saat tertentu kapan kaum laki-laki diperbolehkan melihat wajah wanita bahkan disunnahkan untuk memandangnya. Seperti ketika laki-laki hendak meminang seorang gadis misalnya. Atau dalam praktek jual beli. Juga ada saat-saat kapan kaum wanita diperbolehkan memperlihatkan kecantikannya, bahkan disunnahkan. Seperti di depan suaminya dan banyak contoh-contoh lain yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih atau tanya sama ustadz dan ustadzah yang saya sebutkan di atas tadi.

Dari uraian di atas tadi kita bisa mengerti bahwa maksud dari jilbab (hijab) adalah jilbab secara dhohiriyah bukan maknawiyah (jilbab hati). Adapun 'jilbab hati' - kalau yang dimaksud itu adalah hati yang bersih - maka ada banyak perintah-perintah dari Allah SWT dan Rosulullah Saw yang menuntut seluruh manusia untuk men-jilbabi hati-nya. jadi dalam soal 'jilbab hati' ini perintahnya tidak saja untuk kaum wanita, kaum laki-laki pun wajib men-jilbabi hati-nya, bahkan waria pun wajib. Karena setiap mahluk yang berakal diperintahkan oleh Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah SWT harus memiliki hati yang bersih dari unsur-unsur syirik dan riya, yaitu hati yang ihklas dan ber-jilbab.

"…Iya, tapi kenapa yang disuruh pakai jilbab kok cuma kaum perempuan saja. Ini namanya diskriminasi mas..! Bukankah laki-laki dan perempuan pada hakikatnya adalah sama-sama manusia yang memiliki keindahan dan syahwat duniawiah?"

Aduh, saya tidak dapat membayangkan mbak jika kaum laki-laki diwajibkan pakai jilbab seperti perempuan. Apalagi jika laki-laki itu adalah orang arab yang memiliki jenggot dan kumis yang melintang tebal tentu tampangya akan menjadi kacau dan tidak karuan. Tetapi mungkin sebagai jawaban atas pertanyaan di atas seperti apa yang dikatakan Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buti dalam kitabnya ila kulli fataatin tu'minu billah (Buat setiap gadis yang beriman kepada Allah) bahwa Allah SWT menjadikan fitrah bagi kaum perempuan yang secara psikis lebih banyak menjadi pribadi yang dicari dari pada pribadi yang mencari(Hunted, bukan Hunter). Sehingga sebesar apapun syahwat perempuan terhadap laki-laki ia akan selalu dalam posisi menunggu dan meninggikan dirinya. Berbeda dengan kaum laki-laki ketika nafsunya menginginkan sesuatu, ia selalu dalam posisi mencari dan seluruh kekuatan yang dimilikinya digerakkan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya itu. Maka dari itu perempuan menjadi fitnah bagi laki-laki lebih besar daripada laki-laki menjadi fitnah bagi perempuan. Dan itu sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Rosulullah Saw yang dalam terjemahan secara bebasnya demikian :" Sekali-kali aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada perempuan" (mutafaq alaih).

Nah, jika seperti ini kenyataanya, kita tahu bahwa perintah Allah SWT terhadap kaum perempuan agar menggenakan jilbab bukanlah sesuatu yang diskriminatif. Itu sengaja diperintahkan oleh Allah SWT, pertama untuk melindungi kaum perempuan dari bahaya lelaki yang berhidung belang dan kedua demi keseimbangan kejiwaan masyarakat secara umum (lingkungan sosial). Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya "Ahkam An-Nisa" ketika menjelaskan tentang kenapa kaum perempuan tidak diperkenankan untuk berpergian sendirian tanpa mahromnya, beliau mengatakan itu demi keselamatan kaum perempuan dan keselamatan publik. Bukankah pada saat yang sama laki-laki juga diperintahkan agar tidak melihat perempuan yang tidak halal baginya secantik apapun permpuan tersebut, baik berjilbab atau tidak berjilbab. Itu pun sengaja diperintahkan Allah SWT bagi kaum laki-laki dengan tujuan untuk meringankan beban syahwat laki-laki yang diciptakan sebagi mahluk yang lemah dan selalu condong terhadap syahwat dunia ( surah An-Nisa : 27-28). Jadi kosong-kosong kan?

Jadi akan lebih selamat dunia-akherat bagi seseorang yang masih belum sanggup memenuhi perintah Allah, agar tidak memungkirinya sebagai kewajiban. Dia Jiwanya yang dipenuhi dengan nafsu dunia telah mengalahkan ketaatannya kepada Allah, Namun demikian hatinya tetap mengakui kehinaannya di hadapan Allah disebabkan kemaksiatan-kemaksiatan dan mengharap rahmat-Nya agar dikeluarkan dari lingkaran kemaksiatan tersebut. Orang seperti ini suatu hari nanti dengan rahmat-Nya Allah akan mengubah garis hidupnya menjadi hamba yang taat dan dijadikan sebagi kekasihnya. Karena inti dari ubudiyyah (penghambaan diri) adalah mengakui dan tunduk atas hukum-hukum dan kebesaran Allah SWT. Ibnu Athoillah As-Sakandari mengatakan "Kemaksiatan yang diiringi dengan kerendahan diri dan mengakui kebesaran Allah lebih baik dari pada ketaatan yang diliputi dengan kesombongan dan ketakaburan". Tetapi ini jangan dipahami bahwa berbuat maksiat lebih baik dari pada berbuat taat.

Lain halnya dengan orang yang belum sanggup memenuhi kewajiban yang diperintahkan Allah SWT tetapi mengingkari itu sebagai kewajiban dari-Nya, kemudian takabur terhadap hukum-hukum Allah, kita takutkan dia akan mati sengsara dunia dan akherat. Apalagi sampai mengumbar mulutnya untuk berbicara tentang agama yang dia tidak mengetahuinya dengan benar, kepada orang yang semacam ini, dia tidak saja diwajibkan untuk men-jilbabi kepala dan hatinya, tetapi juga lebih utama ia diwajibkan untuk men-jilbabi mulutnya agar tidak melukai kemanusian. Sebab jika mulutnya tidak menggenakan jilbab saya takut ia akan terkapar di atas ring kehidupan ini secara menggenaskan. Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang taat dan menggabungkan kita dalam barisan para kekasih-Nya amin. Wallahu a'lam bisshawab.

http://www.avangate.com/affiliates/activate.php?code=lsh8easyqym1359331683

WASPADALAH TERHADAP PERANGKAP RIYA.

Oleh
Syaikh Husain bin Audah Al-Awayisyah



IKHLAS UNTUK ALLAH TA'ALA [1]
Apa syarat diterimanya amal?
Sebelum anda melangkah satu langkah –wahai saudaraku muslim- hendaklah anda mengetahui jalan untuk merengkuh keselamatanmu. Janganlah anda memberati diri dengan amalan-amalan yang banyak,. Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat. [2]

Maka, sebelum memulai semua amalan, hendaklah anda mengetahui syarat
diterimanya amal. Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap
amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada
harapan untuk diterima.
Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kedua : Amalan itu telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam
Al-Qur'an, atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
sunnahnya, dan mengikuti Rasulullah dalam pelaksanaannya.

Jika salah satu dari dua syarat ini rusak, perbuatan yang baik tidak masuk
kategori amal shalih dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pernyataan ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala.

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya" [Al-Kahfi : 110]

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar amal yang
dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan
aturan syari'at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan orang
yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.

Al-Hafiz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya ; "Dua perkara ini merupakan
rukun diterimanya suatu amalan. Yaitu, amalan itu harus murni untuk Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Keterangan serupa juga diriwayatkan Al-Qadhi Iyadh
rahimahullah dan lainnya" [Tafsir surah Al-Kahfi].

PERINTAH IKHLAS, LARANGAN BERBUAT RIYA DAN SYIRIK [3]
Ketahuilah, wahai saudaraku muslim, bahwa semua amalan pasti terjadi dengan niat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang
mendapatkan apa yang dia niatkan" [4]

Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta'ala berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus" [Al-Bayyinah : 5]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman.

"Katakanlah : 'Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui" [Ali-Imran : 29]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah memperingatkan bahaya dari berbuat
riya', dalam firman-Nya.

"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu" [Az-Zumar : 65]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Allah Ta'ala berfirman ; "Aku sangat tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa
beramal dengan suatu amalan, dia mneyekutukan selain Aku bersama-Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya" [HR Muslim, no. 2985]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Barangsiapa mempelajari ilmu yang dengannya dicari wajah Allah Azza wa
Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk meraih kesenangan dunia
dengan ilmu itu, ia tidak akan mendapat aroma surga pada hari kiamat" [5]

RIYA DAN JENIS-JENISNYA [6]
Di antara jenis riya' ialah sebagi berikut.

1). Riya Yang Berkaitan Dengan Badan
Misalnya dengan menampakkan kekurusan dan wajah pucat, agar penampakan ini, orang-orang yang melihatnya menilainya memiliki kesungguhan dan dominannya rasa takut terhadap akhirat. Dan yang mendekati penampilan seperti ini ialah dengan merendahkan suara, menjadikan dua matanya menjadi cekung, menampakkan keloyoan badan, untuk menampakkan bahwa ia rajin berpuasa.

2). Riya Dari Sisi Pakaian
Misalnya, membiarkan bekas sujud pada wajah, mengenakan pakaian jenis
tertentu yang biasa dikenakan oleh sekelompok orang yang masyarakat menilai mereka sebagai ulama, maka dia mengenakan pakaian itu agar dikatakan sebagai orang alim.

3). Riya Dengan Perkataan
Umumnya, riya' seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan
agama. Yaitu dengan memberi nasihat, memberi peringatan, menghafalkan
hadits-hadits dan riwayat-riwayat, dengan tujuan untuk berdiskusi dan
melakukan perdebatan, menampakkan kelebihan ilmu, berdzikir dengan
menggerakkan dua bibir di hadapan orang banyak, menampakkan kemarahan
terhadap kemungkaran di hadapan manusia, membaca Al-Qur'an dengan
merendahkan dan melembutkan suara. Semua itu untuk menunjukkan rasa takut, sedih, dan khusyu' (kepada Allah, pent).

4). Riya' Dengan Perbuatan
Seperti riya'nya seseorang yang shalat dengan berdiri sedemikian lama,
memanjangkan ruku, sujud dan menampakkan kekhusyu'an, riya' dengan
memperlihatkan puasa, perang (jihad), haji, shadaqah dan semacamnya.

5). Riya' Dengan Kawan-Kawan Dan Tamu-Tamu
Seperti orang yang memberatkan dirinya meminta kunjungan seorang alim (ahli ilmu) atau 'abid (ahli ibadah), agar dikatakan "sesungguhnya si Fulan telah
mengunjungi si Fulan". Atau juga mengundang orang banyak untuk
mengunjunginya, agar dikatakan "sesungguhnya orang-orang baragama sering mendatanginya".

PERKARA YANG DISANGKA RIYA DAN SYIRIK, PADAHAL BUKAN

1). Pujian Manusia Untuk Seseorang Terhadap Perbuatan Baiknya
Dari Abu Dzar, dia berkata : Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan
amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!" Beliau bersabda : "itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin" [HR Muslim, no. 2642, Pent)

2). Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh
Orang-Orang Yang Beribadah Al-Maqdisi rahimahullah berkata : Terkadang seseorang bermalam bersama orang-orang yang melaksanakan shalat tahajjud, lalu mereka semua melakukan shalat di sebahagian besar waktu malamnya, sedangkan kebiasaan orang itu melakukan shalat malam satu jam, sehingga ia pun menyesuaikan dengan mereka.
Atau mereka berpuasa, lalu ia pun berpuasa. Seandainya bukan karena
orang-orang itu, semangat tersebut tidak muncul.

Mungkin ada seseorang yang menyangka bahwa (perbuatan) itu merupakan riya', padahal tidak mutlak demikian. Bahkan padanya terdapat perincian, bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Allah Ta'ala, tetapi terkadang banyak kendala yang menghalanginya. Dan kelalaian telah menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Allah. Jika jiwanya merasa berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan riya'. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini" [7]

Aku katakan :
Kemalasan seseorang ketika sendirian datang masuk dalam konteks sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"(Sesungguhnya srigala itu hanyalah memakan kambing yang menyendiri),
sedangkan semangatnya masuk ke dalam bab melaksanakan sabda beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"(Hendaklah kamu menetapi jama'ah) [8]

3). Membaguskan Dan Memperindah Pakaian, Sandal Dan Semacamnya
Di dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, dari
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi". Seorang laki-laki bertanya : "Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)". Beliau menjawab : "Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia" [HR Muslim no. 2749, Pent]

4). Tidak Menceritakan Dosa-Dosanya Dan Menyembunyikan
Ini merupakan kewajiban menurut syari'at atas setiap muslim, tidak boleh
menceritakan kemaksiatan-kemaksiatan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.

"Semua umatku akan diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika pagi dia mengatakan : "Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu", padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya" [HR Al-Bukhari, no. 6069, Muslim no. 2990, Pent]

Menceritakan dosa-dosa memiliki banyak kerusakan, (dan) bukan di sini
perinciannya. Di antaranya, mendorong seseorang untuk berbuat maksiat di
tengah-tengah hamba dan menyepelekan perintah-perintah Allah Ta'ala.
Barangsiapa menyangka bahwa menyembunyikan dosa-dosa merupakan riya' dan menceritakan dosa-dosa merupakan keikhlasan, maka orang itu telah dirancukan oleh setan. Kita berlindung kepada Allah darinya.

5). Seorang Hamba Yang Meraih Ketenaran Dengan Tanpa Mencarinya
Al-Maqdisi berkata : "Yang tercela, ialah seseorang mencari ketenaran.
Adapaun adanya ketenaran dari sisi Allah Ta'ala tanpa usaha menusia untuk
mencarinya, maka demikian itu tidak tercela. Namun adanya ketenaran itu
merupakan cobaan bagi orang-orang yang lemah (imannya, Pent)" [9]

Demikian, beberapa penjelasan berkaitan dengan riya'. Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kita semua dari sifat buruk ini, baik dalam perkataan
maupun perbuatan, serta semoga menjadikan kita termasuk orang-orang yang
ikhlas dalam beramal.

Washallallahu 'ala nabiyyna Muhammad wa 'ala alihi washahbihi ajma'in.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]

__________
Footnotes
[1]. Diasadur dari Kitab Al-Ikhlas, Syaih Husain bin Audah Al-Awaisyah,
Maktabah Islamiyyah, cetakan VII, Tahun 1413H-1992M halaman 9-10
[2]. Contoh dalam masalah ini adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa slam
; "Alangkah banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan bagian
dari puasanya kecuali lapar. Dan alangkah banyak orang yang shalat malam,
namun ia tidak mendapatkan bagian dari shalat malamnya kecuali begadang" [HR
Ibnu Majah, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan dishahihkan oleh guru
kami Syaikh Al-Albani dalam Shahihul-Jami, no. 3482]
[3]. Lihat kitab Al-Ikhlas, halaman 11-13
[4]. Bagian dari sebuah hadits di dalam dua kitab shahih
[5]. HR Abu Dawud dengan sanad yang shahih
[6]. Kitab Al-Ikhlas, halaman 63-67
[7]. Mukhtashar Minhajul Qashidin, halaman 234
[8]. Nash haditsnya ialah : "Tidaklah tiga orang tinggal di sebuah desa atau
padang pasir, shalat (jama'ah) tidak ditegakkan pada diri mereka kecuali
mereka akan dikuasai oleh setan. Maka hendaklah kamu menetapi jama'ah,
karena sesungguhnya srigala itu hanyalah memakan kambing yang menyendiri"
[HR Abu Dawud, dihasankan Syaikh Al-Albani, Pent]
[9]. Mukhtashar Minhajul Qashidin, halaman 218
Tags: ,

SEKOLAH IMAJINASI DAN PERANANNYA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Dongeng (sebenarnya tidak hanya dongeng tapi juga cerita anak, kisah para nabi, dan kisah-kisah orang seperti yang diceritakan dalam kitab suci) yang dibaca ketika masih kanak-kanak atau yang diceritakan oleh orang tua atau guru ketika masih kanak-kanak, ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar pada anak tersebut. Bahkan, dongeng atau cerita anak yang berjudul sama dengan inti yang sama mempunyai pengaruh yang berbeda bagi beberapa anak.

Bagaimana jadinya kalau dongeng atau cerita anak itu sengaja ditulis dan diceritakan kepada anak-anak? Pengaruh yang ditimbulkannya pasti akan dahsyat sekali. Penulis sengaja menggarisbawahi kata ‘sengaja’ karena dongeng-dongeng yang diceritakan kepada anak-anak hanya dongeng-dongeng yang mengandung nilai n-Ach (the need for achievement – kebutuhan berprestasi) yang tinggi, yaitu: optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib, dan sikap tidak gampang menyerah.

Namum demikian, dalam konteks ini, menyangkut tiga hal yang menjadi ukuran tinggi-rendahnya nilai n-Ach—sebagaimana diandaikan McClelland—tidaklah bersifat mutlak, artinya tidak harus demikian persis, melainkan bisa disesuaikan dengan nilai-nilai moral-etik yang berkembang di dalam budaya kita, sesuai dengan kearifan lokal (local-wisdom) kita sendiri. Misalnya, sebagai bangsa Indonesia, kita bisa merasukkan sikap-sikap semacam: patriotis dan berani membela yang benar—sebagaimana tecermin dalam simbol bendera pusaka, solidaritas sosial—sebagaimana tersirat dari sila keadilan sosial dalam Pancasila, toleransi budaya—sebagaimana terekspresi dalam semangat “Bhineka Tunggal Ika”, berdisiplin (karena kita merasakan sendiri, bangsa Indonesia adalah bangsa yang mentoleransi keterlambatan dan tidak pernah datang tepat waktu), dan seterusnya.

Ditambah lagi, kalau dongeng-dongeng yang diceritakan pada anak-anak adalah dongeng-dongeng yang terkurikulum: sengaja ditulis, mengandung nilai n-Ach tinggi, dan didekasikan untuk anak-anak serta tidak hanya diceritakan oleh satu guru tapi oleh semua guru, penulis yakin, semakin dahsyatlah pengaruh dongeng itu terhadap anak-anak.



Sekolah Imajinasi

Istilah sekolah imajimasi penulis dapatkan dari buku Hernowo dalam bukunya Mengubah Sekolah mengatakan bahwa sekolah imajinasi adalah sekolah yang berusaha menunmbuhkan kekuatan dahsyat imajinasi. Sekolah ini tetap sebagaimana sekolah normal yang mengajarkan mata pelajaran sesuai kurikulum hanya saja memasukkan kemampuan berimajinasi dalam setiap kegiatan belajar-mengajarnya.

Hanya di ‘sekolah imajinasilah’ hal itu bisa terjadi. Mengapa hanya di sekolah imajinasi? Karena sekolah imajinasi mewajibkan guru untuk mendongeng kepada anak-anak sebelum mereka masuk ke topik yang akan dibicarakan. Atau, bisa saja dongeng yang diceritakan adalah dongeng yang berkaitan dengan topik yang kemudian dibahas.

Sebenarnya, mendongeng atau bercerita adalah salah satu metode dalam mengajar. Sayangnya, seperti yang kita rasakan sekarang, metode ini sudah semakin ditinggalkan. Ketika masuk kelas, guru mulai jarang bercerita atau mendongeng. Guru hanya menekankan pada materi yang harus mereka ajarkan dalam satu tahun pelajaran. Ada juga guru yang beralasan tidak bisa bercerita atau mendongeng.

Kedua alasan ini sebenarnya tidak bisa diterima karena sudah kewajiban guru untuk memberi bimbingan, pengajaran, dan pelatihan kepada anak-anak dam pemuda dalam perkembangan dan pembentukan kepribadiannya dengan jalan melengkapinya dengan norma-norma/nilai-nilai pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh negara dan bangsa.

Melihat hal di atas, sekolah imajinasi adalah solusi nyata dari permasalahan tersebut. Di sekolah imajinasi inilah – alasan kekurangan waktu dan alasan tidak bisa bercerita atau mendongeng – tidak bisa diterima. Di sekolah ini, mendongeng atau bercerita menjadi sesuatu yang harus dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Kalau ada guru yang beralasan tidak bisa bercerita atau mendongeng, ini saatnya bagi guru tersebut untuk belajar lagi dengan begitu kemampuannya akan semakin meningkat. Kalau ada guru yang beralasan kekurangan waktu untuk mengajar materi pelajaran, ini saatnya bagi guru tersebut untuk menulis atau mencari dongeng atau cerita anak yang ada kaitannya dengan topik yang diajarkan. Di sekolah imajinasi tidak alasan bagi guru untuk tidak bercerita atau mendongeng.

Memang dongeng ini takkan terlihat dampaknya dalam hitungan satu atau dua tahun mendatang, tetapi – merujuk David McClelland – 25 tahun kemudian, cerita anak-anak yang mengandung nilai n-Ach yang tinggi pada suatu negeri selalu diikuti dengan adanya pertumbuhan yang tinggi dalam negeri itu (Lihat Tinjauan Pustaka halaman ). Dengan kata lain, jika sekolah imajinasi mulai diberlakukan tahun ini (dengan dongeng dan cerita anak lain yang terkurikulum dan mengandung nilai n-Ach yang tinggi), dalam 25 tahun yang akan datang tepatnya tahun 2033 terbentuklah generasi Indonesia yang mempunyai optimisme tinggi, berani mengubah nasib, tidak pantang menyerah, patriotis dan berani membela yang benar, mempunyai toleransi budaya dan nilai-nilai n-Ach lainnya yang sengaja disisipkan dalam dongeng-dongeng yang ditulis atau dibacakan atau diceritakan untuk anak-anak.

Jadi, jika sekarang ini, kita mempunyai generasi yang bermental KKN dari tingkat bawah sampai atas, dari orang biasa sampai pejabat negara, tak terlepas dari dongeng yang berkembang di masyarakat kita dari zaman dahulu bahkan sampai sekarang: Si Kancil Mencuri Timun (Kancil Nyolong Timun). Seperti yang terpapar jelas dalam dongeng itu, kancil begitu cerdik, licik, dan suka menipu. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya karakter anak-anak kita, jika mereka masih dibesarkan dengan dongeng di atas. Kita akan memiliki generasi yang sama seperti yang kita miliki sekarang.

Melihat paparan di atas, tidak ada alasan lain untuk tidak mengadakan ‘sekolah imajinasi’, sebuah sekolah seperti halnya sekolah sekarang ini, hanya saja mendongeng sebelum memulai pelajaran adalah hal yang harus dilakukan oleh semua guru yang mengajar di sekolah tersebut. Lewat dongeng-dongeng yang terkurikulum inilah, karakter anak Indonesia terbentuk dan pada akhirnya membentuk pula karakter bangsa.
Tags: sekolah imajinasi, karakter bangsa

Dec 17, '08 9:02 PM
by riya for group muslim