Tuesday 30 December 2008

Yang Saya Tau Tentang Jilbab

Oleh : Sholehudin Moehtadi*

"….ketika seorang bertanya kepada temannya, apakah yang paling berharga bagi seorang manusia?" temannya menjawab "Ilmu, karena dengannya seorang bisa hidup".

"Kalau tidak ada ilmu?"

"Harta, karena denganya seorang mengasihi orang lain".

"Kalau tidak ada harta?"

"Mulut yang diam"

"Kalau tidak ada?"

"Kematian yang menggenaskan".

(dikutip dari kitab min syiami al-uqola karya Al-A'baadi Al-Andalusi)

Dalam menyikapi perintah-perintah Allah SWT ada dua macam golongan manusia di muka bumi ini yang saya ketahui. Golongan yang pertama adalah mereka yang berhati lurus. Ketika Allah SWT memerintahkan mereka agar melakukan sesuatu seperti misalnya "Kamu harus melakukan sholat lima waktu dalam sehari !" atau misalnya "Kamu mesti membayar zakat !" atau "Kamu mesti menutup aurat dengan berjilbab !" maka dengan penuh hikmat mereka melaksanakan perintah-perintah tersebut tanpa ada ganjalan sedikitpun dalam hatinya, apalagi menggrundel. Mereka adalah para kekasih Allah SWT yang tersebar di penjuru bumi. Golongan yang kedua adalah mereka yang belum lurus hatinya. Ketika Allah SWT memerintahkan mereka dengan perintah-perintah seperti misal di atas mereka akan berkata "Kenapa mesti sholat lima waktu, tidak satu waktu saja !? Kenapa mesti bayar zakat dan menutup aurat segala, Bukankah yang penting bagi manusia adalah berbuat baik". Lebih ngeri lagi mereka berkata "Untuk apa kita sholat, berzakat dan berjilbab kalau nasib kita masih begini-begini saja?!" Padahal ketika mereka mendapat perintah dari mertuanya atau dari bossnya untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak enak sekalipun mereka selalu bilang "Siap pak!" atau "Iya pak!" atau "Enggeh pak de!" Kepada model orang semacam ini kita berharap agar Allah SWT merahmatinya. Allah Yarhamuh.

Memakai jilbab adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Tidak ada satu ulama pun di dunia ini dari sejak zaman para imam sampai sekarang yang mengatakan tidak wajib, kecuali ulama yang perlu diluruskan hatinya yang mengatakan tidak wajib. Tentu saja ada saat-saat kapan seorang muslimah itu tidak diwajibkan memakai jilbab. Itu bisa kita baca di buku-buku fiqih atau tanya sama ustadz dan ustadzah yang mengerti soal ini. Kemudian para ulama tersebut, ketika mereka mengatakan bahwa berjilbab itu wajib, mereka mengatakan berdasar atas perintah Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur'an, diantaranya yang terdapat dalam surah al-Ahzab ayat 59. "Tapi Al-Qur'an kan butuh penafsiran, tidak kita ambil mentah-mentah begitu saja!?" yah, silahkan anda tafsiri kalau anda memenuhi syarat untuk itu. Asal jangan menafsiri Al-Qur'an dengan bahasa jawa saja. Seperti darmo gandul.

"Oke mas, saya terima kalau pakai jilbab itu wajib, tapi tempatnya di hati. Bukan di kepala!?".

Allah SWT ketika melarang kaum hawa agar tidak memperlihatkan apapun yang mempercantik dirinya, dan itu adalah seluruh anggota badanya, kecuali ada beberapa anggota badan yang boleh diperlihatkan di depan umum (An-Nur : 31). Ulama berbeda pendapat tentang beberapa anggota badan kaum hawa yang boleh ditampakkan. Ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa anggota badan tersebut adalah wajah dan kedua telapak tangan, mereka mengambil pendapat dari beberapa sahabat dan para tabi'in seperti Said bin Jubair ra dan A'tho bin Robah ra. Mereka berargumen, bukti bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan aurat adalah ketika sholat wanita membuka wajah dan kedua telapak tangannya, begitu juga ketika berihram. Kalau saja wajah dan kedua telapak tangan itu aurat maka mereka tidak diperbolehkan memperlihatkannya di dalam sholat. Karena membuka aurat di dalam sholat adalah batal. Adapun Syafi'iyyah dan Hambaliyyah berpendapat bahwa seluruh anggota badan wanita di luar sholat adalah aurat termasuk wajah dan kedua telapak tangan. Mereka membangun pendapat tersebut dari hasil interpretasi surat An-Nur ayat 31, juga banyak Hadist dan dalil aqli yang pada kesempatan kali ini tidak saya tuturkan satu persatu karena keterbatasan ruang dan waktu. Hanya saja mereka berpendapat bahwa kata "Ziynah" di dalam surah An-Nur ayat 31 yang kalau kita tafsiri secara bebas dalam bahasa Indonesia menjadi perhiasan atau kecantikan, memiliki dua pengertian. Yang pertama adalah "Ziynah" (perhiasan atau kecantikan) secara alami, dan wajah adalah asal dari "Ziynah" yang sifatnya alami. Bahkan ia adalah sumber dari keacantikan. Kedua adalah "Ziynah" yang tidak alami, ia adalah sesuatu yang dengan sesuatu tersebut wanita mempercantik dirinya. Seperti baju, bedak, lipstick dan sebagainya. Dan Allah SWT melarang kaum hawa untuk tidak memperlihatkan kecantikannya secara mutlak baik yang alami atau tidak alami, yaitu yang terdapat di dalam surah An-Nur ayat 31.

Perbedaan pendapat ulama dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan wanita di atas tadi saya tuturkan dengan sangat singkat dan ringkas. Para ulama kontemporer sepertinya lebih banyak condong kepada pendapat Malikiyyah dan Hanafiyyah yang berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan wanita bukan aurat. Mereka mengatakan bahwa tugas kaum wanita adalah untuk menutupi seluruh anggota badanya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Adapun wajah yang terbuka yang masih dapat dilihat oleh kaum laki-laki asing adalah tugas bagi kaum laki-laki tersebut agar tidak melihatnya. Dan yang merintahkan kaum laki-laki agar tidak melihat wajah kaum perempuan adalah Allah SWT (An-Nur : 30) sebaliknya kaum hawa pun tidak diperkenankan untuk melihat wajah kaum laki-laki (An-Nur : 31). Tentu saja larangan-larangan tersebut sifatnya tidak mutlak, ada saat-saat tertentu kapan kaum laki-laki diperbolehkan melihat wajah wanita bahkan disunnahkan untuk memandangnya. Seperti ketika laki-laki hendak meminang seorang gadis misalnya. Atau dalam praktek jual beli. Juga ada saat-saat kapan kaum wanita diperbolehkan memperlihatkan kecantikannya, bahkan disunnahkan. Seperti di depan suaminya dan banyak contoh-contoh lain yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih atau tanya sama ustadz dan ustadzah yang saya sebutkan di atas tadi.

Dari uraian di atas tadi kita bisa mengerti bahwa maksud dari jilbab (hijab) adalah jilbab secara dhohiriyah bukan maknawiyah (jilbab hati). Adapun 'jilbab hati' - kalau yang dimaksud itu adalah hati yang bersih - maka ada banyak perintah-perintah dari Allah SWT dan Rosulullah Saw yang menuntut seluruh manusia untuk men-jilbabi hati-nya. jadi dalam soal 'jilbab hati' ini perintahnya tidak saja untuk kaum wanita, kaum laki-laki pun wajib men-jilbabi hati-nya, bahkan waria pun wajib. Karena setiap mahluk yang berakal diperintahkan oleh Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah SWT harus memiliki hati yang bersih dari unsur-unsur syirik dan riya, yaitu hati yang ihklas dan ber-jilbab.

"…Iya, tapi kenapa yang disuruh pakai jilbab kok cuma kaum perempuan saja. Ini namanya diskriminasi mas..! Bukankah laki-laki dan perempuan pada hakikatnya adalah sama-sama manusia yang memiliki keindahan dan syahwat duniawiah?"

Aduh, saya tidak dapat membayangkan mbak jika kaum laki-laki diwajibkan pakai jilbab seperti perempuan. Apalagi jika laki-laki itu adalah orang arab yang memiliki jenggot dan kumis yang melintang tebal tentu tampangya akan menjadi kacau dan tidak karuan. Tetapi mungkin sebagai jawaban atas pertanyaan di atas seperti apa yang dikatakan Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buti dalam kitabnya ila kulli fataatin tu'minu billah (Buat setiap gadis yang beriman kepada Allah) bahwa Allah SWT menjadikan fitrah bagi kaum perempuan yang secara psikis lebih banyak menjadi pribadi yang dicari dari pada pribadi yang mencari(Hunted, bukan Hunter). Sehingga sebesar apapun syahwat perempuan terhadap laki-laki ia akan selalu dalam posisi menunggu dan meninggikan dirinya. Berbeda dengan kaum laki-laki ketika nafsunya menginginkan sesuatu, ia selalu dalam posisi mencari dan seluruh kekuatan yang dimilikinya digerakkan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya itu. Maka dari itu perempuan menjadi fitnah bagi laki-laki lebih besar daripada laki-laki menjadi fitnah bagi perempuan. Dan itu sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Rosulullah Saw yang dalam terjemahan secara bebasnya demikian :" Sekali-kali aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada perempuan" (mutafaq alaih).

Nah, jika seperti ini kenyataanya, kita tahu bahwa perintah Allah SWT terhadap kaum perempuan agar menggenakan jilbab bukanlah sesuatu yang diskriminatif. Itu sengaja diperintahkan oleh Allah SWT, pertama untuk melindungi kaum perempuan dari bahaya lelaki yang berhidung belang dan kedua demi keseimbangan kejiwaan masyarakat secara umum (lingkungan sosial). Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya "Ahkam An-Nisa" ketika menjelaskan tentang kenapa kaum perempuan tidak diperkenankan untuk berpergian sendirian tanpa mahromnya, beliau mengatakan itu demi keselamatan kaum perempuan dan keselamatan publik. Bukankah pada saat yang sama laki-laki juga diperintahkan agar tidak melihat perempuan yang tidak halal baginya secantik apapun permpuan tersebut, baik berjilbab atau tidak berjilbab. Itu pun sengaja diperintahkan Allah SWT bagi kaum laki-laki dengan tujuan untuk meringankan beban syahwat laki-laki yang diciptakan sebagi mahluk yang lemah dan selalu condong terhadap syahwat dunia ( surah An-Nisa : 27-28). Jadi kosong-kosong kan?

Jadi akan lebih selamat dunia-akherat bagi seseorang yang masih belum sanggup memenuhi perintah Allah, agar tidak memungkirinya sebagai kewajiban. Dia Jiwanya yang dipenuhi dengan nafsu dunia telah mengalahkan ketaatannya kepada Allah, Namun demikian hatinya tetap mengakui kehinaannya di hadapan Allah disebabkan kemaksiatan-kemaksiatan dan mengharap rahmat-Nya agar dikeluarkan dari lingkaran kemaksiatan tersebut. Orang seperti ini suatu hari nanti dengan rahmat-Nya Allah akan mengubah garis hidupnya menjadi hamba yang taat dan dijadikan sebagi kekasihnya. Karena inti dari ubudiyyah (penghambaan diri) adalah mengakui dan tunduk atas hukum-hukum dan kebesaran Allah SWT. Ibnu Athoillah As-Sakandari mengatakan "Kemaksiatan yang diiringi dengan kerendahan diri dan mengakui kebesaran Allah lebih baik dari pada ketaatan yang diliputi dengan kesombongan dan ketakaburan". Tetapi ini jangan dipahami bahwa berbuat maksiat lebih baik dari pada berbuat taat.

Lain halnya dengan orang yang belum sanggup memenuhi kewajiban yang diperintahkan Allah SWT tetapi mengingkari itu sebagai kewajiban dari-Nya, kemudian takabur terhadap hukum-hukum Allah, kita takutkan dia akan mati sengsara dunia dan akherat. Apalagi sampai mengumbar mulutnya untuk berbicara tentang agama yang dia tidak mengetahuinya dengan benar, kepada orang yang semacam ini, dia tidak saja diwajibkan untuk men-jilbabi kepala dan hatinya, tetapi juga lebih utama ia diwajibkan untuk men-jilbabi mulutnya agar tidak melukai kemanusian. Sebab jika mulutnya tidak menggenakan jilbab saya takut ia akan terkapar di atas ring kehidupan ini secara menggenaskan. Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang taat dan menggabungkan kita dalam barisan para kekasih-Nya amin. Wallahu a'lam bisshawab.

http://www.avangate.com/affiliates/activate.php?code=lsh8easyqym1359331683

No comments: